Tugas PPD

1. Apa yg di maksud dengan pendidikan karakter dan hubungan nya dengan perkembangan peserta didik  
2. Apa yg di maksud dengan pembelajaran pedagogi dan andragogi serta perbedaan nya



Jawab:

1. Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991)[4] adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. 
Definisi pendidikan karakter selanjutnya  dikemukakan oleh elkind dan sweet (2004).
“Character education is the deliberate esffort  to help people understand, care about, and act upon caore ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able tu judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”[5]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter  adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tenting pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan  dari modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di Negara-negara barat, seperti : pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yaitu melalui penanaman nilai-nilai social tertentu.
Berdasarkan grand desain yang dikembangkan kemendiknas, secara psikologis social cultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dari konteks interaksi social cultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis  dan social cultural tersebut dapat dikelompokan dalam: olah hati, olah piker, olah raga dan kinestetik, serta olah rasa dan karsa, keempat hal tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bahkan saling melengkapi dan saling keterkaitan.

Pengkategorikan nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter  merupakan perwujudan fungsi toalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afekti dan psikomotorik) dan fungsi totalitas social-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat

Jadi, Pendidikan karakter adalah sebuah system  yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, srta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.

Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan berbagai ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang memasukkan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya,  pendidik harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada akhirnya nanti akan tertanam pendidikan karakter yang baik dikelak kemudian hari.

Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak adalah usaha yang strategis.

Permasalahan serius yang tengah dihadapi  bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses belajar juga berlangsung secara pasif dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar tahu). Semuanya ini telah membunuh karakter anak sehingga menjadi tidak kreatif. Padahal, pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting. Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan latihan otot-otot akhlak secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat.  Selain itu keberhasilan pendidikan karakter ini juga harus ditunjang dengan usaha memberikan lingkungan pendidikan dan sosialisasi yang baik dan menyenangkan bagi anak.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya.  Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner. Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya.
Hubungan pendidikan karakter dengan perkembagan peserta didik adalah membentuk bangsa yang tangguh, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bekerja sama atau bergotong royong. Selain itu Pendidikan karakter juga membentuk bangsa mempunyai jiwa patriotik atau suka menolong sesama, berkembang dengan dinamis, berorientasi pada ilmu pengetahuan serta teknologi, beriman dan bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa.

2.Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: “aner”, dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah “pedagogi”, yang ditarik dari kata “paid” artinya anak dan “agogus” artinya membimbing atau memimpin. Dengan demikian secara harfiah “pedagogi” berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.


Andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching).
Perbedaannya:
Pertama, dilihat dari sisi siswa atau pemelajar
Dalam pedagogi, siswa sangat tergantung pada guru. Guru mengasumsikan dirinya bahwa ia bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Gurulah yang mengevaluasi hasil belajar. Sementara dalam andragogi, siswa adalah mandiri (dialah yang mengarahkan dirinya untuk belajar apa dan bagaimana). Jadi, dialah yang bertanggung jawab atas belajarnya sendiri bukan guru, guru hanya sebatas fasilitator. Begitu pula dengan evaluasi, siswa penting sekali diberikan peluang yang cukup besar untuk melakukan evaluasi diri (self-assessment).
Kedua, dilihat dari sisi peran pengalaman siswa atau pemelajar
Dalam pedagogi, pengalaman guru yang lebih dominan. Siswa mengikuti aktifitas belajar, dimana ia sendiri tidak banyak mengalami sesuatu, kecuali sebagai peserta pasif. Sedangkan dalam andragogi, pemelajar mengalami sesuatu secara leluasa. Pengalaman menjadi sumber utama mengidnetifikasi penguasaan dirinya akan sesuatu. Satu sama lain saling berperan sebagai sumber belajar.
Ketiga, dilihat dari sisi orientasi terhadap belajar
Dalam pedagogi, dalam pedagogi pembelajaran dianggap sebagai proses perolehan suatu pengetahuan (mata ajar) yang telah ditentukan sebelumnya. Materi ajar telah diourutkan secara sistematis dan logis sesuai dengan topik-topik mata ajar. Sedangkan dalam andragogi sebaliknya. Pemelajar harus memiliki keinginan untuk menguasai suatu pengetahuan/keterampilan tertentu, atau pemecahan masalah tertentu yang dapat membuat ia sendiri puas. Pelajaran harus relevan dengan kebutuhan tugas nyata pemelajar itu sendiri. Mata ajar didasarkan atas situasi pekerjaan atau kebutuhan real pemelajar, bukan berdasarkan topik-topik tertentu yang sudah ditentukan.
Keempat,  dilihat dari sisi motivasi belajar
Dalam pedagogi, motivasi datang secara eksternal, artinya disuruh atau dipaksa atau diwajibkan atau dituntut untuk mengikuti suatu pendidikan tertentu. dalam andragogi, motivasi lebih bersifat internal, datang dari diri sendiri sebagai wujud dari aktualisasi diri, penghargaan diri dan lain-lain
            Menurut Malcom Knowles (1984), dalam bukunya, “Self-directed Learning”, Andragogy memang merupakan teori orang dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa harus diajar dengan pendekatan andragogi seperti dijelaskan di atas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

VOCABULARY IN LAW

BES